|
25 Guru Hebat AAI batch2 |
“Jika ingin memberi anak ikan jangan sampai langsung membelikannya ikan goreng dan menyuapinya, akan tetapi belikan mereka pancingan. Dengan begitu mereka akan belajar dan tahu bagaimana caranya mendapatkan ikan, bagaimana memasak ikan sehingga nikmatnya rasa ikan akan bisa lebih mereka nikmati.” (Syaiful Bahri)
1.
Ajarkan bagaimana siswa belajar
Penulis masih teringat jelas pesan dari bapak
Syaiful Bahri (Alm), beliau bapak mertua saya. Pesan beliau dalam mendidik anak
diibaratkan dengan analogi memancing. “Jika ingin memberi anak ikan jangan
sampai langsung membelikannya ikan goreng dan menyuapinya, akan tetapi belikan
mereka pancingan. Dengan begitu mereka akan belajar dan tahu bagaimana caranya
mendapatkan ikan, bagaimana memasak ikan sehingga nikmatnya rasa ikan akan bisa
lebih mereka nikmati.”
Hindari mudah memarahi atau membenci atas
kekurangan mereka, ingat mereka lagi proses belajar dan tentu hasilnya belum
semaksimal sesuai yang kita harapkan. Sesekali beri pujian untuk
menyemangatinya, beri masukan untuk meningkatkan kualitas proses belajar
mereka. Ajari bagaimana mereka belajar, tunjukan betapa mereka butuh belajar
dan selalu ingat akan pentingnya belajar. Metode pembelajaran yang kreatif dan
hebat memang sangatlah dibutuhkan, akan tetapi mengajari anak bagaimana cara
belajar itu lebih penting.
2.
Pelajari bagaimana karakter dan potensi anak
Membuat mereka menemukan cara belajar yang sesuai untuk
mereka adalah yang perlu ditemukan oleh kita seorang guru. Dengan tipe belajar
yang mereka miliki masing-masing serta keunikan diri mereka tentu gaya belajar
mereka juga kan lain. Anak tipe auditori tentu perlu perlakuan yang berbeda
dengan anak yang memiliki tipe kinestetik. Pelajari karakter mereka, gunakan
pendekatan yang berbeda untuk anak dengan tipe belajar yang berbeda. Hal ini
bisa dilakukan minimal lewat penugasan yang berbeda, tanpa mengurangi bobot
materi yang diajakan.
3.
Hargai anak dengan melibatkannya
Pembagian pola asuh anak kedalam tiga fase perkembangan anak
perlu dilakukan. Hal ini sesuai yang
dilakukan oleh sahabat Ali bin Abi Tholib yang juga telah dituliskan oleh Nafik
Palil dalam bukunya yang berjudul Menyiapkan Ananda Menjadi Sang Juara
Kehidupan. Fase pertama usia 0-7 tahun perlakukan anak seperti raja (ajaklah
mereka bermain), fase kedua usia 8-14 tahun perlakukan anak seperti tawanan
perang (ajarkan mereka adab) dan fase ketiga usia 15-21 perlakukan anak seperti
kawan (jadikan mereka sahabat). Ajak diskusi, cari masukan dari mereka, ajukan
pertanyaan logika untuk mereka.
4.
Tampilah
maksimal didepan anak
Tidak
hanya tampilan menarik tapi sikap yang menarik juga perlu ditampilkan untuk
menambah semangat anak dalam mengikuti pelajaran. Tujukan keteladanan tidak
hanya dalam berpenampilan akan tetapi juga dalam bersikap. Tularkan sikap
optimis untuk selalu prestatif pada mereka. Buat anak kagum seakan belajar
adalah segalanya, dan guru bisa segalanya dengan cara kreatif yang anda
tunjukan didepan mereka.
5.
Menjadikan
murid hebat dizamannya
Teringat pesan Abib
Hasan Al-Jufri asal semarang saat silaturahmi kerumah beliau.
“Tugas kita hanya mendoakan mereka
(baca: anak-anak), tantangan mereka dizamannya jauh lebih hebat dari pada kita
dulu. Kalaupun tidak dikabulkan sekarang, itu untuk anak mereka besok, kalau
tidak untuk cucu mereka besok, cicit mereka dan seterusnya, insyallah pasti dikabulkan”.
Pesan beliau bijak.
Benar
sekali kita hidup dan dibesarkan di akhir abad 20 sedangkan anak didik kita
mulai tumbuh dan berkembang diabad 21. Terlihat jelas dari hal yang sederhana,
mainan kita dulu dan anak kita sekarang saja sudah jauh berbeda. Tantangan era
digital yang banyak mewarnai hari-hari mereka. Tentu perlakuan untuk mendidik
merekapun tidaklah sama seperti cara orangtua atau guru kita dulu dalam
mendidik kita. Ajarkan sikap pada mereka untuk selalu bijak dalam memanfaatkan
teknologi. Ajarkan tentang kreatifitas untuk hidup mereka, buat mereka hebat
dizamanya.